Pemikiran Hukum Waris Islam Menurut Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy
1.
Pusaka Orang yang mafqud
(Orang yang pergi tidak diketahui alamatnya atau orang yang tidak diketahui
keadaannya masih hidup atau sudah meninggal)
a.
Pusaka
waris si mafqud
Ketika si mafqud
belum dapat dipastikan masih hidup atau sudah meninggal maka harta-hartanya
tidak dapat diwariskan kepada ahli warisnya, karena hartanya masih menjadi
miliknya. Jika hakim memutuskan bahwa mafqud itu telah meninggal dunia
berdasarkan bukti surat-surat maupun berdasar pengakuan saksi maka mafqud itu
dianggap telah meninggal, dan harta peninggalannya diwariskan kepada ahli
warisnya.
Apabila mafqud
kembali dalam keadaan hidup atau terbukti dia masih hidup setelah adanya
keputusan hakim maka dikembalikanlah sisa hartanya yang ada ditangan ahli
warisnya yang belum dipergunakan tanpa adanya kewajiban untuk mengganti
hartanya.
b.
Pusaka
mafqud dari waris-warisnya
Mafqud tidak dapat mewarisi harta pewarisnya ketika dia tidak dapat
dipastikan bahwa dia masih hidup diwaktu peawarisnya meninggal. Akan tetapi
untuk menjaga haknya mungkin dia masih hidup pada waktu pewarisnya meninggal
maka disimpanlah bagiannya. Jika hakim memutuskan bahwa mafqud telah
meninggal, bagian harta yang disimpan untuknya dikembalikanlah kepada ahli
waris yang lain.
Dan jika hakim
menetapkan tanggal meninggalnya mafqud sesudah tanggal pewarisnya
meninggal maka iapun mendapat bagian yang disimpan untuknya. Apabila mafqud
kembali maka dia mendapatkan bagian yang telah disimpan untuknya.
2.
Pusaka Khuntsa Musykil
(Manusia yang tidak dapat diketahui jenis kelaminnya karena tidak ada
tanda-tanda yang merujuk salah satu jenis kelamin dan tidak dapat ditetapkan
salah satunya)
Didalam memberi pusaka kepadanya yaitu memandangnya sebagai
laki-laki kemudian memandangya sebagai perempuan untuk mengetahui hak-hak yang
diterimanya. Sesudah diketahui hak-haknya maka berilah kepadanya hak yang
terendah, karena inilah yang diyakini bahwa dia berhak menerimanya.
3.
Pusaka Anak Zina
(Anak yang dikandung oleh ibunya dari seorang laki-laki yang telah menggaulinya
dan tidak dibenarkan oleh Syara’)
Anak zina baik laki-laki maupun
perempuan tidak dapat mewarisi harta ayahnya serta tidak pula dari kerabat
ayahnya karena tidak diakui hubungan darah dengan ayahnya lantaran tidak ada
sebab saling mewarisi antara keduanya. Oleh karenanya anak zina hanya diakui
hubungan darah dengan ibunya, maka ia dapat saling mewarisi diantara keduanya
serta kerabat dari ibunya.
4.
Pusaka Anak Li’an
(Anak yang dilahirkan oleh istri ditempat tidur suaminya akan tetapi suami
tersebut mengatakan bahwa itu bukan anaknya)
Hukum anak li’an
sama dengan hukum anak zina dalam pusaka yakni ia hanya dapat saling mewarisi
dari ibunya serta dari kerabat ibunya. Dan tidak dapat saling mewarisi dari
ayahnya serta kerabat ayahnya karena hakim telah menetapkan tidak ada hubungan
darah diantara keduanya.
(Sumber : Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Prof. Dr., Fiqh
Mawaris Hukum Pembagian Warisan Menurut Syariat Islam: Semarang, Pustaka
Rizqi Putra, 2010. Hal : 243-254)
Komentar
Posting Komentar